Kediri, bidikkasus.online – Desa Menang di Kabupaten Kediri kembali menjadi pusat perhatian publik setelah mencuatnya dugaan praktik jual beli jabatan dalam proses seleksi Kepala Seksi Pemerintahan dan Kepala Seksi Kesejahteraan. Dugaan adanya praktik tidak transparan dalam pengisian jabatan tersebut memicu keresahan di kalangan warga, yang menginginkan adanya kejelasan dan tindakan hukum yang tegas.
Sejumlah warga dan tokoh masyarakat Desa Menang mengaku kecewa dengan proses seleksi yang dianggap tidak berdasarkan prinsip meritokrasi. Mereka menuding bahwa proses tersebut sarat dengan kepentingan pribadi dan transaksi keuangan yang mencurigakan. Salah satu warga yang tidak ingin disebutkan namanya menyampaikan bahwa beberapa kandidat yang memiliki kompetensi mumpuni justru tersingkir, sementara yang diduga memiliki kedekatan dengan pihak tertentu berhasil mendapatkan jabatan.
“Banyak yang tahu kalau ada dugaan uang pelicin dalam seleksi jabatan ini. Mereka yang seharusnya layak justru kalah dengan yang memiliki kedekatan dan kemampuan finansial lebih,” ujar seorang warga.
Dugaan praktik seperti ini jelas bertentangan dengan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang mengatur bahwa pengisian jabatan harus dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Selain itu, praktik ini juga berpotensi melanggar Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang menegaskan larangan bagi penyelenggara negara untuk melakukan tindakan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Menanggapi tuduhan ini, Kepala Desa Menang membantah adanya praktik jual beli jabatan dalam proses seleksi. Ia menegaskan bahwa semua tahapan telah dilakukan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. “Kami sudah melakukan seleksi sesuai mekanisme yang ada. Tidak ada yang namanya praktik suap atau nepotisme,” ujarnya.
Namun, pernyataan tersebut belum mampu meredakan keresahan masyarakat. Warga menuntut agar Inspektorat Kabupaten Kediri, Ombudsman, serta pihak berwenang lainnya segera turun tangan untuk melakukan investigasi mendalam terhadap dugaan penyimpangan tersebut.
Inspektorat Kabupaten Kediri telah menyatakan komitmennya untuk menelusuri dugaan ini dan memastikan apakah terdapat pelanggaran dalam proses seleksi jabatan tersebut. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengingatkan bahwa praktik jual beli jabatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Apabila dugaan praktik jual beli jabatan ini benar adanya, maka dampaknya tidak hanya merugikan para kandidat yang layak tetapi juga menurunkan kualitas pemerintahan desa. Kepala seksi yang diangkat melalui praktik tidak sehat ini dikhawatirkan tidak akan bekerja secara profesional dan lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok dibandingkan kepentingan masyarakat luas.
Dalam jangka panjang, praktik ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah desa dan menghambat pelayanan publik. Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa harus berdasarkan asas transparansi, akuntabilitas, partisipatif, dan profesionalisme.
Agar kasus serupa tidak terjadi kembali, sejumlah langkah perbaikan harus segera dilakukan, antara lain:Audit dan Evaluasi IndependenInspektorat Daerah dan Ombudsman perlu melakukan audit menyeluruh terhadap proses seleksi jabatan untuk memastikan apakah ada indikasi penyimpangan atau tidak.Penegakan Hukum yang TegasJika ditemukan unsur pidana dalam praktik ini, maka semua pihak yang terlibat harus diproses sesuai hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP bagi mereka yang secara bersama-sama melakukan tindakan melawan hukum.Penerapan Sistem Rekrutmen Berbasis KompetensiPemerintah desa harus menerapkan sistem seleksi yang berbasis kompetensi, dengan uji kelayakan dan kepatutan yang transparan serta diawasi oleh instansi berwenang.Peningkatan Pengawasan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Partisipasi PublikPeran BPD sebagai lembaga pengawas harus diperkuat, dan masyarakat perlu lebih aktif dalam mengawal proses seleksi jabatan guna memastikan transparansi dan keadilan.Sosialisasi dan Edukasi Anti-KorupsiProgram edukasi tentang bahaya korupsi dan dampaknya bagi masyarakat perlu digencarkan agar praktik jual beli jabatan dapat dicegah sejak dini.
Kasus dugaan jual beli jabatan di Desa Menang, Kabupaten Kediri, menjadi cerminan bahwa masih banyak tantangan dalam tata kelola pemerintahan desa, terutama dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Jika kasus ini tidak segera diselesaikan dengan tuntas, maka dikhawatirkan praktik serupa akan terjadi di desa-desa lain, yang pada akhirnya dapat merusak sistem pemerintahan desa secara keseluruhan.
Pemerintah Kabupaten Kediri dan pihak berwenang lainnya harus segera mengambil langkah konkret untuk mengusut kasus ini, agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa tidak semakin menurun. Komitmen dalam menegakkan prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan desa sangat diperlukan demi terciptanya pemerintahan yang bersih, transparan, dan profesional.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kediri mendesak agar Pemerintah Kabupaten Kediri segera turun tangan guna memastikan bahwa proses seleksi jabatan di desa berjalan transparan dan bebas dari praktik korupsi. Jika dugaan ini terbukti, maka pelakunya harus diberi sanksi tegas sesuai dengan hukum yang berlaku demi menciptakan pemerintahan desa yang lebih baik dan profesional.(Red.Tim)
