Sumberagung, Jawa Timur, bidikkasus.online– Masyarakat Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberagung, Jawa Timur, mempertanyakan kejelasan proyek pembangunan Lapisan Penetrasi (Lapen) jalan desa yang bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus (BK) Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2024. Pasalnya, hingga lebih dari tiga bulan sejak pencairan dana sebesar Rp150.000.000,- proyek tersebut tak kunjung direalisasikan. Hal ini menimbulkan dugaan adanya penyimpangan atau bahkan praktik jual beli program dalam pengalokasian anggaran.
Menurut keterangan yang diperoleh dari Puji, Sekretaris Desa Sumberagung, keterlambatan proyek ini diklaim disebabkan oleh faktor cuaca. Pihak desa telah berkoordinasi dengan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Cipta Karya yang bertindak sebagai penyalur bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Untuk pekerjaan pemeliharaan jalan, lokasinya berada di sebelah utara Pom Bensin sepanjang kurang lebih 544 meter. Material yang digunakan untuk penambalan adalah aspal bakar. Namun, hingga kini belum bisa dikerjakan karena faktor hujan,” ujar Puji kepada tim media.
Namun, penjelasan ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengacu pada ketentuan penggunaan anggaran dalam program Bantuan Keuangan (BK), setiap proyek harus dilaksanakan dan dilaporkan dalam tahun anggaran berjalan. Artinya, dana yang sudah dicairkan seharusnya telah digunakan sebagaimana mestinya. Kenyataan bahwa hingga saat ini belum ada pekerjaan yang dimulai memunculkan dugaan bahwa Pemerintah Desa (Pemdes) Sumberagung belum siap dalam pengelolaan anggaran tersebut.
Berdasarkan informasi yang beredar, ada dugaan bahwa Pemdes Sumberagung terpaksa mencairkan BK meskipun belum siap menjalankan proyek. Hal ini diperparah dengan indikasi adanya praktik jual beli program antara pihak desa dan oknum anggota DPRD Jawa Timur yang mengalokasikan bantuan tersebut. Jika benar adanya, ini berpotensi melanggar berbagai ketentuan hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, disebutkan bahwa setiap pengelolaan keuangan daerah harus transparan dan akuntabel. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menegaskan bahwa setiap dana bantuan harus digunakan tepat waktu dan sesuai peruntukan.
Jika terjadi penyimpangan atau kelalaian dalam penggunaan dana BK, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:Pasal 2: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun serta atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Dugaan praktik jual beli program ini semakin memperburuk citra pengelolaan keuangan daerah di Jawa Timur. Jika benar terbukti bahwa ada keterlibatan oknum DPRD, maka perbuatan tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Menyikapi persoalan ini, banyak pihak mendesak agar proyek ini segera diaudit secara menyeluruh. Jika terbukti adanya kelalaian atau penyimpangan, maka Pemdes Sumberagung dan pihak terkait dapat dikenakan sanksi tegas. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah juga mengatur bahwa kepala desa bertanggung jawab atas penggunaan dana bantuan.
Seharusnya, apabila desa belum siap, bantuan tersebut bisa dibatalkan dan dialokasikan ke daerah lain yang lebih membutuhkan. Namun, jika benar ada indikasi praktik jual beli program, maka hal ini semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap sistem pengelolaan anggaran daerah.
Masyarakat berharap agar aparat penegak hukum dan inspektorat segera turun tangan untuk mengusut tuntas permasalahan ini. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara harus benar-benar ditegakkan demi mencegah praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan rakyat.
(RED.VN)


