KEDIRI, bidikkasusonline – Wabah chikungunya kembali menjadi sorotan di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Memasuki pertengahan April 2025, tercatat sudah ada 15 kasus baru, mendekati jumlah kasus bulan sebelumnya yang mencapai 17 orang.
Kecamatan Ngasem saat ini menjadi wilayah dengan tingkat penyebaran tertinggi, sehingga ditetapkan sebagai kawasan zona merah oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kediri. Lonjakan kasus ini mendorong pemerintah daerah untuk mengambil langkah cepat dan terkoordinasi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Kediri, dr. Bambang Triyono Putro, menjelaskan bahwa kasus chikungunya sempat menunjukkan tren penurunan namun kini kembali meningkat.
“Puncaknya terjadi pada Januari dengan 56 kasus, kemudian turun drastis di Februari menjadi 20 kasus, dan Maret tinggal 17. Tapi di April ini, baru separuh bulan, kita sudah mencatat 15 kasus lagi. Ini tentu jadi perhatian bersama,” ungkap dr. Bambang, Kamis (17/4/2025).
Khusus di Kecamatan Ngasem, dari Maret hingga pertengahan April saja telah terdata 10 kasus. Situasi ini mendorong Puskesmas setempat untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan intensif.
Kepala UPTD Puskesmas Ngasem, dr. Ria Rohmatul Karimah, mengungkapkan bahwa meskipun jumlah kasus meningkat, mayoritas penderita hanya mengalami gejala ringan.
“Pasien bisa pulih dalam waktu singkat setelah penanganan medis. Tidak ada komplikasi serius yang ditemukan sejauh ini,” terangnya.
Untuk mencegah penyebaran lebih luas, Puskesmas Ngasem bersama perangkat desa dan berbagai elemen masyarakat kembali menggencarkan program 3M Plus. Langkah ini mencakup kegiatan menguras tempat penampungan air, menutup rapat wadah air, mengubur barang bekas yang berpotensi menjadi sarang nyamuk, serta menambahkan tindakan seperti fogging (pengasapan) dan edukasi langsung kepada warga.
Fogging telah dilakukan di beberapa titik rawan sejak awal April. Kegiatan ini didukung penuh oleh warga, para kader kesehatan, serta aparat desa.
“Pengasapan nyamuk memang penting, tapi bukan satu-satunya solusi. Yang utama tetap pemberantasan sarang nyamuk secara berkelanjutan,” tegas dr. Ria.
Selain tindakan lapangan, pihak Puskesmas juga melakukan sosialisasi door-to-door untuk memberikan pemahaman tentang gejala awal chikungunya, pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta langkah cepat yang harus diambil jika ada anggota keluarga yang mengalami demam mendadak dan nyeri sendi.
Dinkes mengimbau masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar, terutama di musim pancaroba yang rawan peningkatan populasi nyamuk. “Peran aktif warga sangat penting agar wabah ini tidak meluas. Pencegahan tidak bisa hanya mengandalkan petugas kesehatan,” pungkas dr. Bambang.(Red.R)
